Home Berita CEO Telegram Pavel Durov mengatakan penangkapannya 'salah arah'

CEO Telegram Pavel Durov mengatakan penangkapannya 'salah arah'

49
0
CEO Telegram Pavel Durov mengatakan penangkapannya 'salah arah'


Pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov, mengecam otoritas Prancis, dengan menyebut penangkapannya minggu lalu terkait tuduhan moderasi yang tidak memadai pada aplikasi perpesanan itu sebagai “salah arah”.

Dalam pernyataan publik pertamanya sejak ditahan, ia membantah klaim bahwa Telegram adalah “semacam surga anarkis” dan menyebutnya “sama sekali tidak benar”.

Tn. Durov ditangkap pada tanggal 25 Agustus di sebuah bandara di utara Paris dan sejak itu didakwa atas dugaan keterlibatan dalam membiarkan transaksi terlarang, perdagangan narkoba, penipuan dan penyebaran gambar pelecehan seksual anak berkembang di situsnya.

Dalam pernyataan Durov yang dipublikasikan di Telegram, ia mengatakan bahwa tindakan menuntut pertanggungjawabannya atas kejahatan yang dilakukan pihak ketiga di platform tersebut merupakan pendekatan yang “mengejutkan” dan “salah arah”.

“Jika suatu negara tidak puas dengan suatu layanan Internet, praktik yang lazim dilakukan adalah mengambil tindakan hukum terhadap layanan itu sendiri,” kata miliarder kelahiran Rusia yang juga berkebangsaan Prancis tersebut.

“Menggunakan undang-undang dari era pra-ponsel pintar untuk mendakwa seorang CEO atas kejahatan yang dilakukan oleh pihak ketiga pada platform yang dikelolanya adalah pendekatan yang keliru.”

“Membangun teknologi sudah cukup sulit. Tidak ada inovator yang akan membangun alat baru jika mereka tahu bahwa mereka dapat bertanggung jawab secara pribadi atas potensi penyalahgunaan alat tersebut,” tambahnya.

Meskipun ia mengakui bahwa Telegram tidak sempurna, ia mengatakan otoritas Prancis punya beberapa cara untuk menghubunginya dan Telegram, dan bahwa aplikasi tersebut punya perwakilan resmi di UE.

“Klaim di beberapa media bahwa Telegram adalah semacam surga anarkis sama sekali tidak benar. Kami menghapus jutaan posting dan saluran yang merugikan setiap hari,” tegasnya.

Telegram memperbolehkan grup dengan anggota hingga 200.000 orang, yang menurut para kritikus memudahkan penyebaran informasi yang salah dan memudahkan pengguna untuk membagikan konten konspirasi, neo-Nazi, pedofilia, atau terkait teror.

Baru-baru ini di Inggris, aplikasi tersebut diawasi karena menampung saluran-saluran beraliran ekstrem kanan yang berperan penting dalam mengorganisasi kekacauan yang disertai kekerasan di sejumlah kota di Inggris bulan lalu.

Telegram memang menghapus beberapa grup, tetapi pakar keamanan siber mengatakan secara keseluruhan sistem moderasi konten ekstremis dan ilegalnya jauh lebih lemah dibandingkan perusahaan media sosial dan aplikasi messenger lainnya.

Dalam pernyataannya pada hari Kamis, Tn. Durov mengakui bahwa “peningkatan mendadak” dalam jumlah pengguna aplikasi pengiriman pesan tersebut – yang ia sebut mencapai 950 juta – telah “menyebabkan masalah yang semakin besar sehingga memudahkan penjahat untuk menyalahgunakan platform kami.”

Ia mengatakan bahwa ia akan berusaha untuk “secara signifikan meningkatkan berbagai hal dalam hal ini”.

Hal ini terjadi setelah BBC mengetahui minggu lalu bahwa Telegram telah menolak untuk bergabung dengan program internasional ditujukan untuk mendeteksi dan menghapus materi pelecehan anak secara daring.

Pavel Durov, 39, lahir di Rusia dan kini tinggal di Dubai, tempat Telegram berkantor pusat. Ia memegang kewarganegaraan Uni Emirat Arab dan Prancis.

Telegram, yang didirikannya pada tahun 2013, sangat populer di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet.

Aplikasi tersebut dilarang di Rusia pada tahun 2018, setelah sebelumnya ia menolak untuk menyerahkan data pengguna. Larangan tersebut dicabut pada tahun 2021.

Telegram menduduki peringkat sebagai salah satu platform media sosial utama setelah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan Wechat.


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here